- SMKN 3 Jakarta Bekali Siswa Public Speaking dan Event Management Lewat Program Guru Tamu
- HMI Blitar Kritisi Pemerintah Lamban Penetapan Bencana Nasional
- Komitmen Wakil Rakyat Dukung Pembangunan Infrastruktur Daerah
- Anggota DPRD Barito Utara Sambut Baik Progres Penataan Jalan Pusat Kota Muara Teweh
- Tingkatkan Inprastruktur Kota, Pemkab Barut Laksanakan Proyek Pelebaran Jalan
- Menkop Resmikan Pembangunan Koperasi Kelurahan Merah Putih Sokoduwet di Pekalongan
- Pemkab Dan DPRD Siapkan Agenda Pembahasan Lanjutan Terkait Struktur Fiskal
- APBD 2026 Fraksi Aspirasi Rakyat Minta Strategi Pendapatan Konkrit
- Bupati Jawab Usulan F PKB Terkait Pengawasan Csr Perusahaan Tambang
- BNI Dorong Digitalisasi dan Transparansi Rantai Pasok FMCG
Pengamat: Putusan PN Jaksel Fakta Fitnah Tempo Soal Pembungkaman Pers, Tidak Terbukti!

Keterangan Gambar : Poto ilustrasi
MEGAPOLITANPOS.COM, Jakarta — Pengamat pangan Debi Syahputra menilai Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 684/Pdt.G/2025/PN Jkt.Sel yang menyatakan pengadilan tidak berwenang mengadili gugatan Kementerian Pertanian (Kementan) terhadap Tempo, telah membuka dua fakta besar:
Pertama, tuduhan bahwa Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sedang melakukan pembungkaman pers tidak terbukti sama sekali.
Kedua, substansi kerugian petani akibat narasi “beras busuk” justru tidak tersentuh dan belum diuji di proses hukum mana pun.
Baca Lainnya :
- Kementerian Pertanian Pastikan Bantuan untuk Korban Banjir Bandang di Sumatera Barat Segera Tersalurkan
- Pemerintah Salurkan Bantuan Pangan untuk Korban Banjir dan Tanah Longsor di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh
- Sabang Kondusif Pasca Penyegelan 250 Ton Beras Ilegal, Warga Justru Beri Dukungan ke Aparat
- Instruksi Tegas Mentan: Semua Bantuan Pertanian Harus untuk Petani Gurem dan Berpendapatan Rendah
- Dewan Pers: Ada Pelanggaran Etik dalam Pemberitaan Sengketa dengan Menteri Pertanian
“Kalau eksepsi Tempo dikabulkan, berarti tidak ada tekanan dari kekuasaan.”
Menurut Debi Syahputra, keputusan pengadilan untuk mengabulkan eksepsi Tempo menunjukkan bahwa narasi soal intervensi kekuasaan terhadap media tidak berdasar.
“Fakta paling sederhana adalah ini Tempo meminta pengadilan menyatakan tidak berwenang, dan pengadilan mengabulkannya. Kalau betul ada tekanan kekuasaan atau pembungkaman pers, mustahil eksepsi mereka diterima begitu saja.
Jadi isu pembungkaman itu hanya opini, bukan fakta,” tegas Debi.
“Sayangnya, substansi kerugian petani justru belum diuji.”
Debi menilai publik perlu memahami bahwa putusan PN Jaksel hanya terkait kewenangan pengadilan, bukan materi pokok perkara.
“Ketika pengadilan menyatakan tidak berwenang, artinya tidak satu pun argumen tentang kerugian petani diperiksa.
Padahal narasi ‘beras busuk’ yang disebarkan ke publik sudah menimbulkan stigma nasional terhadap petani. Ini merusak martabat dan harga diri mereka,” jelasnya.
Menurut Debi, dampak sosial dari pemberitaan tersebut nyata: dari petani kesulitan menjual gabah, sampai turunnya kepercayaan konsumen terhadap beras lokal.
“Media punya kebebasan, tapi mesti ingat: ada 160 juta petani yang menanggung akibat.”
Debi menekankan bahwa kebebasan pers bukan berarti media bebas dari tanggung jawab terhadap dampak sosial.
“Media itu pilar demokrasi, benar. Tapi ketika narasi yang dibangun menyakiti 160 juta petani, maka harus ada ruang klarifikasi dan koreksi. Menang eksepsi bukan berarti isi pemberitaan Tempo benar atau bebas dari beban etis,” ujarnya.
Debi menjelaskan bahwa langkah Kementan menggugat Tempo adalah tindakan yang sah dan konstitusional.
“Kementan itu institusi negara yang memikul amanat pangan. Ketika petani dirugikan oleh stigmatisasi nasional, wajar jika negara melakukan pembelaan hukum. Itu bukan pembungkaman pers, itu bentuk perlindungan terhadap warga,” katanya.
Menurut Debi, putusan PN Jaksel bukan akhir dari perjuangan hukum, melainkan penanda bahwa perkara ini harus dilanjutkan di forum yang tepat.
“Kementan masih punya ruang langkah hukum lain. Yang penting adalah memastikan bahwa kerugian petani—yang selama ini hanya menjadi korban pemberitaan—akhirnya diperiksa dalam proses hukum yang objektif,” ujar Debi.( ASMP).

.jpg)















