- Kemenkop dan Gerakan Koperasi Galang Bantuan untuk Korban Bencana Sumatra, Dana Capai Rp1,64 Miliar
- Ketua DPRD Jelaskan Perda Sistem Pertanian Organik
- Pemenang Perkara Incrach Minta Ketua Pengadilan Negeri Bekasi Dicopot Karena tidak Jalankan Eksekusi Perkara
- Sumber Amber Kandangan Destinasi Wisata Air yang Diyakini Bagus untuk Kesehatan Tubuh.
- Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif Dalam Anugerah KIP 2025
- Komisi IV DPRD Kota Bogor Minta Pemkot Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan
- Ketahanan Energi Jadi Prioritas, Hulu Migas dan EBT Harus Berjalan Seimbang
- Mahathir Mohamad Terima Sertifikat Apresiasi Asian Inspired Leader dari IWO
- BNI Gelar RUPSLB untuk Perkuat Tata Kelola dan Strategi Hadapi 2026
- DWP Kementerian UMKM dan ID FOOD Salurkan Bantuan Perlengkapan Bayi untuk Korban Bencana di Sumatera
Guntur Wahono: Ungkapan Hati, Bukan Partisan, Pemilu 2024 Cerdas Gunakan Akal Sehat Ganjar/Mahmud Menang Pilpres 1Putaran

Keterangan Gambar : Guntur Wahono Politisi PDI Perjuangan yang juga sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Timur
MEGAPOLITANPOS.COM, Blitar - Pernyataan sikap kalangan mahasiswa tentang petisi dari berbagai kampus mengkritisi kepemimpinan Presiden Joko Widodo, tak hanya terjadi di pusat pemerintahan, namun juga beriak hingga ke pelosok negeri di Indonesia. Ironisnya, beberapa pihak malah menganggap sikap kritis berbagai akademisi ini, sebagai gerakan partisan, hal itu sangat keliru.
Hal Petisi ini mendapat tanggapan pula dari Guntur Wahono Politisi PDI Perjuangan yang juga sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, sikap kritis ini disampaikan Guntur kepada sejumlah awak media saat menghadiri Harlah ke 51 pada digelar dengan acara mancing gratis bersama rakyat di desa Sukoreno Kecamatan Gandusari pada Selasa (06/02/2024)
"Petisi adalah bagian berdemokrasi, dimana kritik yang dilontarkan para akademisi bukanlah partisan, melainkan suara hati atas kekecewaan terhadap pemerintahan Jokowi.
Baca Lainnya :
- Sumber Amber Kandangan Destinasi Wisata Air yang Diyakini Bagus untuk Kesehatan Tubuh.
- HMI Blitar Kritisi Pemerintah Lamban Penetapan Bencana Nasional
- 2.9 Triliun Jadi APBD Majalengka 2026, Ini Alasannya
- Diduga Menyimpang Terkait Volume Paving Lapangan Kelurahan Turi Layak Ditelusuri APH
- Esgoji Inovasi Siapkan Generasi Muda Qur\'ani Berakhlaqul Karimah Sejak Dini.
Selanjutnya Guntur juga menyayangkan bila sikap kritis dianggap bagian dari hal yang tabu terhadap sistem yang dianggap rakyat sudah menyimpang, "Kami sangat mengapresiasi apa yang disampaikan kalangan akademisi, karena itu jujur, ungkapan hati. Akademisi itu biasanya netral, mereka tidak berpihak atas kepentingan siapa pun," kata Guntur.
Guntur juga menilai bahwa sikap kritis yang ditunjukan para akademisi ini merupakan buntut kekecewaan masyarakat, terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024, yang terkesan banyak hal hal disinyalir intervensi oknum pejabat negara.
" Kita menengarai hal itu sejak munculnya Putusan MK soal batas usia capres-cawapres, yang dinilai publik sarat akan kepentingan meloloskan salah satu kandidat yang saat ini terjadi.
"Publik tahu dari putusan itu Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memutuskan Ketua MK saat itu, Anwar Usman dinyatakan telah melakukan pelanggaran etik berat, dan dicopot dari jabatannya," jlentrehnya.
Rentetan catatan tak terhenti sampai disitu tengah dan sedang hangat di media massa, DKPP RI memutuskan Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan anggotanya terbukti melakukan pelanggaran etik karena memproses Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari. Ini berarti, penyelenggaraan Pemilu 2024 telah ternodai 2 pelanggaran etika.
"Ketika hal itu terulang, rakyat sudah muak, netralitas para akademisi harus kita dengar. Jika mereka sampai mengeluarkan petisi seperti ini, pastinya ada yang tidak sesuai dengan nilai-nilai etika dan norma," tandas Guntur.
Pada saat yang sama Guntur juga mengecam tentang pembagian bantuan sosial (bansos), yang banyak diklaim beberapa pihak sebagai bansos Jokowi, logika kita berfikir bansos bersumber dari dana APBN, yang regulasinya sudah diputuskan DPR RI dan Pemerintah.
"Rakyat juga tidak bodoh bodoh amat lah, mereka itu tahu bila bansos itu sumbernya dari APBN, diperuntukkan untuk masyarakat umum. Tetapi kalau digunakan untuk kepentingan tertentu, pasti lah masyarakat menjerit. Pemerintah harus adil menyikapi hal ini dan menjaga netralitasnya," pungkasnya.
Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyebutkan bahwa alokasi dana bansos naik Rp 20,5 triliun menjadi Rp 496,8 triliun pada 2024 atau tahun pemilu ini.
Sebelumnya juga, beberapa kampus telah tampil untuk menyatakan sikap mengkritik keras Presiden Joko Widodo, diantaranya UGM, UII, UI, Universitas Andalas, Unpad, dan lainnya.

Untuk di Blitar, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Misbahudin Ahmad (STITMA) yang telah menyatakan sikapnya, menuntut Presiden untuk netral dan tidak menggunakan fasilitas negara dalam pemenangan paslon tertentu.
Sementara itu Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Blitar Drs. Rijanto di Harlah ke-51 tetap menjaga kondusifitas daerah, PDI Perjuangan sebagai partai terbesar tetap memperjuangkan hak hak wong cilik, dan berpedoman pada Tri Sakti Bung Karno.
"Saya tetap berharap masyarakat Blitar, Pemilu 2024 nanti, mereka tetap memilih PDIP dan mendukung Ganjar-Mahfud Presiden dan menang 1 putaran, Masyarakat Blitar sudah cerdas berpolitik,” pungkas Rijanto. (za/mp)
















