- RW 02 Tirtajaya Depok Gelar Pra Musrenbang 2026, Serap Aspirasi Warga hingga Tingkat DPRD
- BNI Dukung Film Timur Karya Iko Uwais, Dorong Ekonomi Kreatif Nasional
- Evaluasi II Semester I Sanggar Tari Mustika Ayu Dinilai Disbudpar, Spektakuler
- ABPEDNAS Tegaskan Komitmen Transparansi Desa, Jaksa Agung Jadi Ketua Dewan Pembina
- BNI Dukung Sean Gelael Tampil di Asian Le Mans Series 2025/26, Bawa Nama Indonesia ke Level Global
- SMKN 3 Jakarta Bekali Siswa Public Speaking dan Event Management Lewat Program Guru Tamu
- HMI Blitar Kritisi Pemerintah Lamban Penetapan Bencana Nasional
- Komitmen Wakil Rakyat Dukung Pembangunan Infrastruktur Daerah
- Anggota DPRD Barito Utara Sambut Baik Progres Penataan Jalan Pusat Kota Muara Teweh
- Tingkatkan Inprastruktur Kota, Pemkab Barut Laksanakan Proyek Pelebaran Jalan
Batasan Umur Capres-Cawapres,PHBI Temukan Ada Kejanggalan

MEGAPOLITANPOS.COM, Jakarta- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat capres dan cawapres berusia 40 tahun atau memiliki pengalaman menjadi kepala daerah banyak menuai kontoversi.

Baca Lainnya :
- BNI Dukung Sean Gelael Tampil di Asian Le Mans Series 2025/26, Bawa Nama Indonesia ke Level Global
- SMKN 3 Jakarta Bekali Siswa Public Speaking dan Event Management Lewat Program Guru Tamu
- BNI Dorong Digitalisasi dan Transparansi Rantai Pasok FMCG
- BNI Raih Apresiasi Kementerian UMKM Dorong Pelaku Usaha Tembus Pasar Global
- BNI Sabet Dua Penghargaan ARA 2024, Bukti Transparansi dan Tata Kelola Semakin Kuat
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menyatakan, pihaknya menemukan beberapa kejanggalan, baik secara formil, administrasi, dan materiil.
Adapun kejanggalan formil yang dimaksud yaitu kejanggalan mengenai legal standing dari pemohon. Kemudian, secara administrasi juga dinilai terjadi kesalahan mengenai permohonanan yang telah ditarik tidak dapat diajukan kembali, meskipun belum ada putusan berupa ketetapan penarikan kembali yang dikeluarkan oleh MK.
Sedangkan secara materiil atau substansi, Julius menyinggung adanya penambahan frasa yang tidak diajukan oleh pemohon namun ditambahkan pada amar putusan.
Oleh karena itu, ia menegaskan, pihaknya telah memberikan laporan terkait adanya dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi pada putusan tersebut.
“Jadi, tujuan kami melaporkan sebenarnya untuk membersihkan Mahkamah Konstitusi dari intervensi politik dan keburukan-keburukan yang diakibatkan karena hakim konstitusi adalah cerminan dari konstitusi kita sendiri. Kami menilai bahwa materi yang diperiksa juga menyangkut indikator hukum dan demokrasi di negara kita dalam konteks pemilu,” ujar Julius pada wartawan, Kamis(19/10/2023).
Sementara itu, peneliti BRIN, Firman Noor, menilai bahwa lembaga negara yang diketuai oleh Anwar Usman itu terkesan tidak konsisten dalam hal ini.
Alasannya, karena apabila terdapat 6 dari 9 hakim yang memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion), seharusnya MK menolak Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru tersebut, bukan malah dikabulkan sebagian.
“Maka MK seharusnya menolak, bukan dikabulkan sebagian. Karena poblemnya apabila ini dilanjutkan bisa menimbulkan kontroversi dan cacat hukum,” ujarnya.
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai batas usia capres dan cawapres diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.
Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu diajukan seorang mahasiswa Universitas Surakarta bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.
Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, MK menyatakan Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945.(Reporter Achmad Sholeh)


.jpg)














