- BNI Ajak Nasabah Private Nonton Langsung All England Badminton Championships di Birmingham
- Jakarta Menyala Dibuktikan Dengan Respon Cepat Laporan Warga Kepada Kasatpol PP Kecamatan Pancoran, Langsung Cek lapangan
- Kementerian UMKM dan DPR Teguhkan Komitmen Sukseskan Penyaluran KUR 2025
- Danramil 04/Cikupa Dampingi Wabup Intan Buka Bazar Ramadan
- Polri Berduka, Kapolsek dan Dua Anggota Polsek Way Kanan Gugur Ditembak saat Gerebek Sabung Ayam
- Pemkab Asahan Peringati Malam Nuzulul Quran 1446 H / 2025
- Wakil Bupati Asahan Pimpin Upacara HKN
- Wakil Bupati Asahan Ikuti Rakor Pengendalian Inflasi Tahun 2025
- Cek Takaran Minyak Kita, Wakil Bupati Tangerang : Masyarakat Tak Perlu Khawatir, Sesuai Takaran
- Dandim 0506/Tgr Dampingi Danrem Apel Pam Pemulangan 400 WNI
Mujiyanto Menilai AhwaDalam Perpektif Demokrasi Telaah Keruwetan di PCNU Blitar

MEGAPOLITANPOS.COM, Blitar - Mujiyanto Menyampaikan Ahlul Halli Wal ‘Aqdi (AHWA) secara harfiah berarti orang yang dapat memutuskan (melepaskan) dan mengikat.
Menurutnya Ulama Fiqh menyebut Ahlul Halli Wal ‘Aqdi sebagai orang yang memiliki kewenangan untuk memutuskan dan menentukan sesuatu atas umat.
Tradisi AHWA dicontohkan oleh sahabat Umar bin Khattab saat akan meninggal, dia memilih orang-orang terpercaya sebagai wakil dari kaum muslimin untuk mencari jalan keluar setelah meninggalnya khalifah.
Baca Lainnya :
- Walikota Blitar Mas Ibbin Membuka Rapat Konsultasi Publik RPJMD 2026 dan Musrenbang RKPD 2026, Ini Harapanya
- Bupati Blitar Rijanto Apresiasi Kineja Baznas, Bantu Atasi Stunting dan Kemiskinan Ratusan Warga Garum Kurang Mampu Disertai Santunan
- Safari Ramadhan Bersama Mas Ibbin Menambah Kedekatan dengan Masyarakat dan Alim Ulama Kota Blitar
- Berbagi Berkah Ramadan, Kodim 0506/Tgr Bagikan Takjil
- Bareskrim Polri dan Polda Jajaran Merilis Hasil Ungkap Peredaran Gelap Narkoba 4.171 Ton
Mereka bermusyawarah dan memutuskan sesuatu yang harus ditaati anggota AHWA dan kaum muslimin, di antaranya keputusannya memilih Utsman bin Affan sebagai penggantinya."AHWA dan Demokrasi".
Disampaikan Mujiyanto yang alumni PC NU 2000/2003 ini," masa awal NU, tradisi AHWA merupakan institusi khusus yang berfungsi sebagai badan legislatif, berisi orang-orang berpengaruh dalam jamiyyah NU, dibentuk karena keperluan khusus, seperti ketika mengusulkan Indonesia berparlemen, resolusi jihad dan sebagainya.
Mujiayanto lanjut menyampaikan, perangkat dari pemilihan Rais dilakukan dengan memilih perorangan (head to head), yang dalam kultur NU dinilai kurang baik, karena seolah mengkompetisikan antar ulama, ada ulama yang menang dan kalah, yang pada gilirannya akan menurunkan harkat, martabat dan kemuliaan ulama, maka pembentukan AHWA dimaksud untuk, - menggantikan pemilihan individual Rais.
"AHWA menjadi bagian institusi resmi NU pada Muktamar ke 33 di Jombang, dengan memasukkan kedalam (pasal 40-42) ART. Pada Muktamar ke 34 di Lampung telah memilih (1) KH Dimyati, (2) KH Ahmad Mustofa Bisri, (3) KH Ma’ruf Amin, (4) KH Anwar Manshur, (5) TGH Turmudzi Badaruddin, (6) KH Miftachul Akhyar, (7) KH Nurul Huda Jazuli, (8) KH Ali Akbar Marbun, dan (9) KH Zainal, sebagai AHWA, dari 9 anggota AHWA ini, disepakati _*KH. Miftachul Ahyar*_ (suara ranking 6) menjadi Rais Aam PBNU,"ungkapnya
Kriteria AHWA, dalam ART NU Pasal 42 ayat (1) huruf c. jo. Peraturan PBNU Nomor: 01/XII/2022 Pasal 22 ayat (2) :_” Kriteria ulama yang dipilih menjadi Ahlul Halli wal ‘Aqdi adalah_: _*beraqidah Ahlussunnah wal Jama’ah Annahdliyah, bersikap adil, ‘alim, memiliki integritas moral, tawadlu’, berpengaruh dan memiliki pengetahuan untuk memilih pemimpin yang munadzdzim dan muharrik serta wara’ dan zuhud”*_
Masih pada pasal 22 ayat (4) huruf e :”……… _*anggota Ahlul Halli wal ‘Aqdi melakukan musyawarah untuk menentukan Pimpinan Ahlul Halli wal ‘Aqdi”*_.
Tugas pokok AHWA menurut Pasal 23 (1) adalah _*memilih Rais*_, dan menurut pasal 16, pemiihan Rais harus dengan musyawarah untuk mufakat, dan tidak diperkenankan berdasarkan suara terbanyak.
Untuk Cabang, Peraturan PBNU Nomor: 01/XII/2022 pasal 22 ayat (1) anggota AHWA 5 orang, sedangkan mekanisme pemilihannya diatur Pasal 22 ayat (3) dan (4), masing-masing MWC dan Ranting mengusulkan 5 orang calon, kemudian ditabulasi, ranking 1-5 menjadi anggota AHWA.
Dari sisi pemilik suara (MWC dan Ranting), memilih adalah melimpahkan amanat dan tanggungjawab kepada yang dipilih (anggota AHWA), sehingga dalam pandangan _*“demokrasi modern”*_, mempunyai tanggungjawab secara kolektif, kepada para pemilihnya, selama 5 tahun sesuai masa jabatannya, dan tidak selesai ketika sudah memilih Rais saja.
Merujuk pada awal berdirinya NU, hal-hal penting selalu dikomunikasikan dengan AHWA, meski sekarang belum diformalkan dalam aturan (AD, ART), maka terutama dalam hal-hal yg krusial seyogyanya Rais secara moral mempunyai kewajiban mengkomunikasikan dengan anggota AHWA, begitu juga sebaliknya, karena sama-sama mendapatkan amanah.
Persyaratan calon anggota AHWA yang begitu berat, kemampuan anggota AHWA seharusnya melampaui Rais, karena jika Rais jangkauan kinerja dan tanggungjawabnya dipandu dengan hasil Rakercab, tidak demikian dengan AHWA.
AHWA dituntut untuk mampu menjangkau dan membaca masa depan, baik dari sisi diniyah, sosial, juga konteksnya dengan berbangsa, bernegara serta sebagai bagian dari masyarakat global, untuk merajut ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathoniyah, dan ukhuwah basyariyah.
*AHWA Blitar*
Seperti diketahui, AHWA terpilih yaitu :
(1), KH Mas'ud Jumhuri (ketua) pengasuh PP Apis Sanan Gondang (penerus KH Imam Suhrowardi alm), (2), KH Ardani Ahmad, (3), KH Azizi Hasbullah alm., (4), KH Fauzi Hamzah, (5), KH Muhroji Azhar.
Meski secara formal tugas AHWA PCNU Kabupaten Blitar telah selesai dengan terpilihnya Rais Syuriyah, namun secara moral dan informal, mestinya ikut menyelesaikan keruwetan yang terjadi saat ini. Selain itu didalam kultur NU, tidak semua persoalan bisa diselesaikan melalui jalur formal aturan.
Setidaknya ada 4 hal yang sangat patut, AHWA ikut menyelesaikannya :
*Pertama :*
Sudah lebih dari setahun pasca Konvercab XVIII, PCNU belum terbentuk secara definitif.
Tanpa mengesampingkan proses administrasi organisasi, semestinya AHWA bersama Rais terpilih, mengambil langkah _*“bil hikmati wal mau’idhotil hasanah”*_, saling komunikasi, memberi dan menerima masukan, karena selama ini ditengarai Rais terpilih tidak melakukan komunikasi dengan AHWA, begitu pula sebaliknya.
Bahkan jika kemungkinan langkah Rais dinilai tidak tepat, AHWA (selaku pemberi amanat Rais) bisa menegur, memberi peringatan, atau bahkan bisa meminta dengan hormat mengundurkan diri.
Bukankah AHWA memilih Rais itu juga merupakan pelimpahan amanah dan tanggungjawab, yang jika tidak bisa dijalankan dengan baik, bisa ditarik kembali dan digantikan yang lain ?
Bukankah sebagai _*“top leader”*_ PCNU hasil Konfercab XVIII, yang ditunjuk/ ditugasi oleh AHWA menjadi Rais, sekaligus Ketua Tim Formatur, sampai setahun lebih tidak bisa menyelesaikan struktur organisasi secara definitif, masih perlu dipertahankan ?
Semua ini merupakan tanggungjawab moral secara kolektif anggota AHWA yang dahulu memilihnya.
*Kedua :*
Terbitnya Surat PBNU nomor 1677/PB.03/A.I.03.44/99/03/2024, yang isinya meminta Rais mendiskuaifikasi H. Arif Fuadi sebagai ketua terpilih, dan memfasilitasi Pemilihan ulang.
Ada 2 sisi kepentingan Rais:
1, Terpilihnya H. Arif Fuadi adalah kehendak mayoritas warga NU melalui suara pemilih dengan cara Konfercab;
2, Pemilihan Ulang adalah kehendak PBNU, karena menganggap H. Arif Fuadi terpilih tidak sah karena tidak memenuhi persyaratan.
Sebagai penerima mandat dari AHWA, Rais wajib secara moral berkomunikasi dengan pemberi mandat menyelesaikan masalah rumit ini, tidak diselesaikan sendiri, yang akhirnya ketika banyak yang protes, sulit Rais menjelaskan kepada pubik.
Sebaliknya, AHWA juga tidak dapat mempertanggungjawabkan protes warga Nahdiyin ini, lantaran tidak berkomunikasi dengan Rais.
Atas kejadian ini, seharusnya AHWA melakukan rapat, mengevaluasi kinerja Rais, jika dipandang masih bisa diperbaiki tentu diingatkan, dan jika tidak bisa diperbaiki, meminta Rais mundur dengan hormat, untuk digantikan dengan yang lain.
*Ketiga :*
Jika PCNU definitif telah terbentuk dan menjalankan tugas dan fungsinya, AHWA secara moral dan informal tetap punya kewajiban mengawal dan mengarahkan jalannya organisasi untuk 5 tahun kedepan, agar tidak saja sesuai dengan keputusan hasil rapat kerja, tetapi lebih dari itu, sebagai penjaga dan pengawal moral serta proyeksi kedepan, yang tidak bisa dijangkau oleh keputusan hasil rapat kerja.
Hasil rapat kerja merupakan rencana dengan estimasi statis, dari tolok ukur kondisi kini dengan data dan keadaan yang statis pula. Sedangkan masa depan/ zaman tidak selalu bisa diprediksi berjalan dalam koridor seperti yang di prediksi. Diluar ruang yang tidak statis dan dinamika zaman yang sulit di prediksi inilah ruang gerak kawalan anggota AHWA diperlukan perannya.
*Keempat :*
Kedepan, peran AHWA yang kini secara formal _*“hanya”*_ memilih Rais, – setelah itu selesai -, harus ditingkatkan, sesuai dengan asal-usul AHWA, yang dipilih secara demokratis, serta harapan besar dari para pemilihnya, dengan mempertanggungjawabkan nya kepada konstituen setelah terpilih.. Betul apa tidak ? : Sumber Mujiyanto. (za/mp)
